BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
hingga saat ini telah mengantarkan umat manusia ke era kompetisi global di
berbagai bidang kehidupan. Situasi demikian menuntut kita agar segera berbenah
diri dan sekaligus menyusun langkah nyata guna menyongsong masa depan. Langkah
utama yang harus dipikirkan dan direalisasikan adalah bagaimana kita menyiapkan
sumber daya manusia yang berkarakter kuat, kokoh, tahan uji serta memiliki
kemampuan yang handal di bidangnya.
Upaya tersebut harus ditempuh dengan merealisasikan
pendidikan yang berorientasi pada bagaimana peserta didik mampu berkreasi
memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu,
paradigma pendidikan yang mengedepankan peningkatan daya nalar, kreativitas
serta berpikir kritis harus diaplikasikan dalam setiap langkah pengembangan ke
depan.
Salah satu arah kebijakan program pembangunan
pendidikan nasional dalam bidang pendidikan adalah mengembangkan kualitas
sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh
melalui berbagai usaha proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar
generasi muda dapat berkembang secara optimal.
Misi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem dan
iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak
mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin
serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Maka dalam rangka mengatasi era Global, pemerintah
Indonesia memiliki kebijakan mengembangkan kualitas pendidikan agar SDM
mempunyai kualitas yang tinggi. Mellenium Develpment Goals, (era pasar
bebas) atau bisa juga disebut globalisasi yang semula dicanangkan tahun 2020
dipercepat menjadi 2015. Maka salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk
mengejar ketertinggalan tersebut salah satunya melalui jalur pendidikan dengan
mencetuskan program Sekolah Bertaraf Internasional (selanjutnya
dibaca :SBI).
Mutu sumber daya manusia suatu bangsa tergantung pada
mutu pendidikan. Dengan berbagai strategi, peningkatan mutu pendidikan
diarahkan untuk meningkatkan mutu siswa dalam penguasaan ilmu pengetahuan
dasar, penguasaan bahasa asing dan penanaman sikap serta perilaku yang mencerminkan
budi pekerti.
Era global memberikan inspirasi positif dalam
masyarakat Indonesia, sebagai bagian dari masyarakat internasional, bahwa masa
depan Indonesia sangat memerlukan kemampuan kompetitif di kalangan pelajar
untuk bersaing secara sehat dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Munculnya Program
RSBI pada dasarnya bertujuan untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia
(SDM) yang berkualitas yaitu warga Negara yang unggul secara intelektual,
moral, kompeten dalam IPTEK, produktif, dan memiliki komitmen yang tinggi dalam
berbagai peran sosial, ekonomi dan kebudayaan, serta mampu bersaing dengan
bangsa lain di era globalisasi.
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
hingga saat ini telah mengantarkan umat manusia ke era kompetisi global di
berbagai bidang kehidupan. Situasi demikian menuntut kita agar segera berbenah
diri dan sekaligus menyusun langkah nyata guna menyongsong masa depan. Langkah
utama yang harus dipikirkan dan direalisasikan adalah bagaimana kita menyiapkan
sumber daya manusia yang berkarakter kuat, kokoh, tahan uji serta memiliki
kemampuan yang handal di bidangnya.
Upaya tersebut harus ditempuh dengan merealisasikan
pendidikan yang berorientasi pada bagaimana peserta didik mampu berkreasi
memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu,
paradigma pendidikan yang mengedepankan peningkatan daya nalar, kreativitas
serta berpikir kritis harus diaplikasikan dalam setiap langkah pengembangan ke
depan.
Salah satu arah kebijakan program pembangunan
pendidikan nasional dalam bidang pendidikan adalah mengembangkan kualitas
sumber daya manusia sedini
mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai usaha
proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang
secara optimal.
Misi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem dan
iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak
mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin
serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Maka dalam rangka mengatasi era Global, pemerintah
Indonesia memiliki kebijakan mengembangkan kualitas pendidikan agar SDM
mempunyai kualitas yang tinggi. Mellenium Develpment Goals, (era pasar
bebas) atau bisa juga disebut globalisasi yang semula dicanangkan tahun 2020
dipercepat menjadi 2015. Maka salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk
mengejar ketertinggalan tersebut salah satunya melalui jalur pendidikan dengan
mencetuskan program Sekolah Bertaraf Internasional (selanjutnya
dibaca :SBI).
Mutu sumber daya manusia suatu bangsa tergantung pada
mutu pendidikan. Dengan berbagai strategi, peningkatan mutu pendidikan
diarahkan untuk meningkatkan mutu siswa dalam penguasaan ilmu pengetahuan
dasar, penguasaan bahasa asing dan penanaman sikap serta perilaku yang
mencerminkan budi pekerti.
Era global memberikan inspirasi positif dalam
masyarakat Indonesia, sebagai bagian dari masyarakat internasional, bahwa masa
depan Indonesia sangat memerlukan kemampuan kompetitif di kalangan pelajar
untuk bersaing secara sehat dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Munculnya Program RSBI pada dasarnya bertujuan untuk
menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas yaitu warga Negara yang
unggul secara intelektual, moral, kompeten dalam IPTEK, produktif, dan memiliki
komitmen yang tinggi dalam berbagai peran sosial, ekonomi dan kebudayaan, serta
mampu bersaing dengan bangsa lain di era globalisasi.
RSBI atau SBI merupakan kemajuan di dunia pendidikan dengan
memperhatikan kualitas pendidikan di mana secara awam ditafsirkan sekolah
dengan kualitas lulusan yang mampu menggunakan bahasa inggris khususnya yang
sampai saat ini atau bahkan untuk tahun ke depanpun merupakan tolak ukur utama
siswa atau seseorang dikatakan mempunyai kemampuan lebih di dunia pendidikan.
Pada dasarnya RSBI dimaksudkan agar mutu pendidikan dapat
dimaksimalkan dengan melakukan rintisan sekolah bertaraf internasional dengan
menggunakan pengantar bahasa inggris meskipun tidak mengesampingkan bahasa
indonesia sebagai bahasa nasional. Sebagaimana diketahui secara umum bahwa
seseorang dalam merintis arah kehidupan sangat ditentukan oleh kemampuan dan
tingkat pendidikan yang dimiliki, di mana sampai saat ini untuk memasuki
sekolah yang lebih tinggi dibutuhkan kemampuan lebih atau bahkan untuk memasuki
dunia kerja nantinya diutamakan seseorang yang mempunyai berbagai keahlian dan
kemampuan. Salah satu yang sampai saat ini yang sangat penting adalah kemampuan
menggunakan BAHASA INGGRIS sebagai bahasa pengantar, dalam arti mampu aktif
berbahasa inggris. Lebih-lebih diprasyaratkan adanya sertifikat TOEFL yang
menjadikan momok bagi sebagian besar lulusan sekolah untuk memasuki dunia
kerja. Hal ini tidak mengesampingkan pentingnya kemampuan yang harus dimiliki
seseorang seperti Komputer, Bahasa Asing yang lain, dan lain-lian.
Sebuah keputusan yang sulit bagi sebagian siswa dan atau
orang tua sebagai penopang biaya siswa untuk mewujudkan keinginan agar
mempunyai kualitas pendidikan yang bisa bersaing di dunia pendidikan dan dunia
kerja. Dilema dalam arti ingin meraih kualitas pendidikan yang maksimal, tetapi
BIAYA yang SANGAT TINGGI membuat keinginan tersebut TERKUBUR. Hanya sebagian
kecil siswa yang mampu meraih sukses lebih baik dengan mengandalkan pendidikan
secara umum / reguler, hal ini yang mendorong siswa atau orang tua siswa
berniat memasuki dunia pendidikan dengan tingkat kesulitan tinggi yaitu
RSBI/SBI agar memiliki kemampuan lebih untuk bersaing di dunia pendidikan lebih
tinggi atau memasuki dunia kerja.dimaksudkan lebih khusus pada tingkat
PEMBIAYAAN.
Di mana sampai saat ini dalam peraturan yang berlaku
di departemen pendidikan di mana disampaikan bahwa sekolah negeri kategori RSBI
dan SBI diperbolehkan memungut dana dari orang tua siswa yang mampu dengan
persetujuan Komite Sekolah . Kedua kalinya, Dilema lebih ditegaskan di sini,
BIAYA. Kalau kita kembali ke awal, bahwa RSBI dan SBI dimaksudkan untuk
mendapatkan kualitas pendidikan yang maksimal yang sampai saat ini secara awam
diukur dari kemampuan siswa dalam berbahasa inggris, mampu menguasai komputer
dan aplikasinya (internet), kemampuan berbahasa asing lainnya, dan lain-lain
sehingga kemampuan untuk mendapatkan kesempatan memperoleh hal tersebut sangat
terbatas bagi sebagian besar siswa atau orang tua siswa yang kurang beruntung
dalam materi. RSBI kurikulum
yang digunakan tetap KTSP dengan adabtasi bukan adobsi kurikulum asing.
Dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang disusun dan dilaksanakan
oleh masing-masing satuan pendidikan
Memang ada penegasan, bahwa hanya orang tua siswa yang mampu
yang diperbolehkan dibebani biaya, tetapi pada praktiknya sangat disayangkan
hal tersebut tidak berjalan dengan baik. Dengan alasan yang halus sampai
ultimatum yang tidak menyenangkan bagi orang tua siswa yang kurang mampu sangat
dimungkinkan banyak terjadi.
Kalau kita
kembali ke UU RI. No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
menggantikan dan penyempurnaan dari UU. No.2 tahun 1989. Tujuannya jelas,
supaya penyelenggaraan pendidikan di Tanah air berada dalam rambu-rambu
pendidikan nasional (pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD RI ’45 yang
berakar pada nilai nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap
terhadap tuntutan perubahan zaman).
RSBI dan SBI, seharusnya dinikmati oleh siswa dari segala
lapisan ekonomi.
RSBI dan SBI, seharusnya diberikan perhatian yang lebih, atau bahkan sangat lebih. Karena dengan output yang lebih baik dalam kualitas pendidikannya, maka sudah seharusnya memberikan rangsangan atau stimulus khusus bagi sekolah yang mempunyai kemampuan lebih menghasilan siswa yang berkualitas tinggi yang ke depannya digunakan sebagai acuan dalam target pencapaian angka keberhasilan pendidikan khususnya dalam pencapaian target nilai dengan standar internasional. Bukan malah sebaliknya, memberikan beban kepada siswa dan orang tua siswa yang sudah bekerja ekstra keras dalam belajar agar mampu memperoleh kualitas pendidikan yang diharapkan oleh Departemen Pendidikan di mana RSBI dan SBI merupakan sarana yang seharusnya diANAK EMASkan agar kualitas pendidikan lebih nyata terlihat dan nyata terserap.
RSBI dan SBI, seharusnya diberikan perhatian yang lebih, atau bahkan sangat lebih. Karena dengan output yang lebih baik dalam kualitas pendidikannya, maka sudah seharusnya memberikan rangsangan atau stimulus khusus bagi sekolah yang mempunyai kemampuan lebih menghasilan siswa yang berkualitas tinggi yang ke depannya digunakan sebagai acuan dalam target pencapaian angka keberhasilan pendidikan khususnya dalam pencapaian target nilai dengan standar internasional. Bukan malah sebaliknya, memberikan beban kepada siswa dan orang tua siswa yang sudah bekerja ekstra keras dalam belajar agar mampu memperoleh kualitas pendidikan yang diharapkan oleh Departemen Pendidikan di mana RSBI dan SBI merupakan sarana yang seharusnya diANAK EMASkan agar kualitas pendidikan lebih nyata terlihat dan nyata terserap.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
Latar Belakang Munculnya RSBI ?
2. Bagaimana Landasan Hukum RSBI ?
3. Apa Tujuan Dari RSBI ?
4. Apa
Program menuju sekolah bertarap Internasional.
5. Bagaimana Konsep RSBI ?
6. Bagaimana Analisis RSBI Jika Di Tinjau
Dari Bebagai Sudut Pandang?
7. Bagaimana Kelebihan Dan Kelemahan Dalam
Program RSBI ?
8. Mengapa
RSBI Dihapuskan ?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui Latar belakang munsulnya RSBI.
2. Untuk
mengetahui Landasan Hukum RSBI.
3. Untuk
mengetahui Tujuan dari RSBI.
4. Untuk
mengetahui Program RSBI.
5. Untuk
mengetahui Konsep RSBI.
6. Untuk
mengetahui Analisis RSBI ditinjau dari berbagai sudut pandang.
7. Untuk
mengetahui Kelebihan dan Kelemahan Dalam Program RSBI.
8. Untuk
mengetahui Alasan RSBI Dihapuskan.
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Latar Belakang Munculnya
RSBI
Secara umum latar belakang adalanya program RSBI adalah
1.
Pada tahun 90-an, banyak sekolah-sekolah yang didirikan oleh suatu
yayasan dengan menggunakan identitas internasional tetapi tidak jelas kualitas
dan standarnya
2.
Banyak orang tua yang mampu secara ekonomi memilih menyekolahkan anaknya
ke Luar Negeri
3.
Belum ada payung hukum yang mengatur penyeleng-garaan sekolah
internasional
4.
Perlunya membangun sekolah berkualitas sebagai pusat unggulan (center
of excellence) pendidikan
5.
Atas fenomena di atas, Pemerintah mulai mengatur dan merintis sekolah
bertaraf internasional
6.
Sebagai bangsa yang besar, Indonesia perlu pengakuan secara
internasional terhadap kualitas proses, dan hasil pendidikannya.
2.2
Landasan Hukum RSBI
1.
UU No. 20/2003 (Sistem Pendidikan Nasional) pasal 50
ayat 3, yakni:“Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan
sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk
dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional”.
2.
UU No. 32/2004 (Pemerintahan Daerah)
3.
PP No.19/2005 (Standar Nasional Pendidikan)
4.
PP No 38/2007 (Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota)
5.
PP No. 48/2008 (Pendanaan Pendidikan)
6.
PP No. 17/2010 (Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan)
7.
Permendiknas No. 63/2009 (Sistem Penjaminan Mutu
Pendidikan)
8.
Permendiknas No. 78/2009 (Penyelenggaraan SBI pada
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah)
2.3
Tujuan Dari RSBI
Secara Umum
1.
Meningkatkan kualitas pendidikan nasional sesuai dengan amanat Tujuan
Nasional dalam Pembukaan UUD 1945, pasal 31 UUD 1945, UU No.20 tahun 2003
tentang SISDIKNAS, PP No.19 tahun 2005 tentang SNP( Standar Nasional
Pendidikan), dan UU No.17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional yang menetapkan Tahapan Skala Prioritas Utama dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah ke-1 tahun 2005-2009 untuk meningkatkan kualitas
dan akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan.
2.
Memberi peluang pada sekolah yang berpotensi untuk mencapai kualitas
bertaraf nasional dan internasional.
3.
Menyiapkan lulusan yang mampu berperan aktif dalam masyarakat global.
Secara khusus
RSBI bertujuan Menyiapkan lulusan yang memiliki kompetensi yang tercantum
di dalam Standar Kompetensi Lulusan yang diperkaya dengan standar kompetensi
lulusan berciri internasional.
2.4 Program Menuju Sekolah Bertarap
Internasional
1.
Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi:
a. Standar isi
b. Standar
proses
c. Standar
kompetensi lulusan
d. Standar pendidik
dan tenaga kependidikan
e. Standar
sarana dan prasarana
f. Standar
pengelolaan
g. Standar
pembiayaan dan
h. Standar
penilaian pendidikan
2.
Sekolah yang memenuhi standar minimal SNP diberikan pendampingan,
pembimbingan, penguatan, dalam bentuk Rintisan SBI (RSBI)
Berikut rangkaian persyaratan menuju SBI :
Reguler (Standar Nasional (SSN)) dengan syarat
a. Memiliki rata-rata UN 6,5
b. Tidak Double Shift
c. Berakreditasi B dari BAN Sekolah/Madrasah
RSBI, denggan syarat telah memenuhi
a.
Sudah Sekolah (SSN)
b.
Berakreditasi A dari BAN Sekolah/Madrasah
c.
Pembelajaran Matematika IPA, dan kejuruan (SMK) dilakukan dalam bahasa
Indonesia dan/atau bahasa Internasional (bilingual)
d.
Nilai rata-rata UN 7,0
SBI, dengan syarat
a.
SNP dan diperkaya Standar kualitas pendidikan Negara Maju
b.
Berakreditasi A dari BAN Sekolah/Madrasah
c.
Pembelajaran Matematika IPA, dan kejuruan (SMK) dilakukan dalam bahasa
Indonesia dan/atau bahasa Internasional (bilingual)
d.
Nilai rata-rata UN 8,0
2.5 Konsep
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
1. Filosofi Eksistensialisme dan Esensialisme
Penyelenggaraan SBI didasari filosofi eksistensialisme dan esensialisme
(fungsionalisme). Filosofi eksistensialisme berkeyakinan bahwa
pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik
seoptimal mungkin melalui fasilitas yang dilaksanakan melalui proses pendidikan
yang bermartabat, pro-perubahan, kreatif, inovatif, dan eksperimentif),
menum-buhkan dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik.
1.
Filosofi eksistensialisme
berpandangan bahwa dalam proses belajar mengajar, peserta didik harus diberi
perlakuan secara maksimal untuk mengaktualkan, mengeksiskan, menyalurkan semua
potensinya, baik potensi (kompetensi) intelektual (IQ), emosional (EQ), dan
Spiritual (SQ).
2.
Filosofi esensialisme
menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik
kebutuhan individu, keluarga, maupun kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub
sektornya, baik lokal, nasional, maupun internasional. Terkait dengan tuntutan
globalisasi, pendidikan harus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang
mampu bersaing secara internasional. Dalam mengaktualkan kedua filosofi
tersebut, empat pilar pendidikan, yaitu: learning to know, learning to do,
learning to live together, and learning to be merupakan patokan berharga
bagi penyelarasan praktek-praktek penyelenggaraan pendidikan di Indonesia,
mulai dari kurikulum, guru, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana,
hingga sampai penilainya.
2. Kurikulum RSBI
Rumusan SNP + X (OECD) maksudnya adalah SNP singkatan dari Standar
Nasional Pendidikan plus X. Sedangkan OECD singkatan dari Organization for
Economic Co-operation and Development atau sebuah organisasi kerjasama
antar negara dalam bidang ekonomi dan pengembangan. Anggota organisasi ini
biasanya memiliki keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah diakui
standarnya secara internasional. Yang termasuk anggota OECD ialah: Australia,
Austria, Belgium, Canada, Czech Republic, Denmark, Finland, France, Germany,
Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Italy, Japan, Korea, Luxembourg, Mexico,
Netherlands, New Zealand, Norway, Poland, Portugal, Slovak Republic, Spain,
Sweden, Switzerland, Turkey, United Kingdom, United States dan Negara maju
lainnya seperti Chile, Estonia, Israel, Russia, Slovenia, Singapore, dan
Hongkong. Sebagaimana dalam “Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf
Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah tahun 2007”, bahwa
sekolah/madarasah internasional adalah yang sudah memenuhi seluruh Standar
Nasioanl Pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan
salah satu Negara anggota Organization for Economic Co-operation and
Development (OECD) dan /atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan
tertentu dalam bidang pendidikan, sehingga memiliki daya saing di forum
Internasional.
Jadi, SNP+X di atas artinya bahwa dalam penyelenggaraan SBI,
sekolah/madrasah harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan (Indonesia) dan
ditambah dengan indikator X, maksudnya ditambah atau diperkaya/dikembangkan/diperluas/diperdalam
dengan standar anggota OECD di atas atau dengan pusat-pusat pelatihan,
industri, lembaga-lembaga tes/sertifikasi inter-nasional, seperti Cambridge,
IB, TOEFL/TOEIC, ISO, pusat-pusat studi dan organisasi-organisasi multilateral
seperti UNESCO, UNICEF, SEAMEO, dan sebagainya.
Ada dua cara yang dapat dilakukan sekolah/madrasah untuk memenuhi
karakteristik (konsep) Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), yaitu sekolah yang
telah melaksanakan dan memenuhi delapan unsur SNP sebagai indikator kinerja minimal ditambah
dengan (X) sebagai indikator kinerja
kunci tambahan.
Dua cara itu adalah:
1.
Adaptasi, yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu
yang sudah ada dalam SNP dengan mengacu (setara/sama) dengan standar pendidikan
salah satu anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan
tertentu dalam bidang pendidikan, diyakini telah memiliki reputasi mutu yang
diakui secara internasional, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing
internasional.
2.
Adopsi,yaitupenambahanataupengayaan/pendalaman/penguatan/perluasan
dari unsur-unsur tertentu yang belum ada diantara delapan unsure SNP dengan
tetap mengacu pada standar pendidikan salah satu anggota OECD/negara maju
lainnya.
3. Karakteristik RSBI
a. Karakteristik visi
Dalam sebuah lembaga/organisasi, menentukan visi sangat penting sebagai
arahan dan tujuan yang akan dicapai. Tony Bush&Merianne Coleman menjelaskan
visi untuk menggambarkan masa depan organisasi yang diinginkan. Itu berkaitan
erat dengan tujuan sekolah atau perguruan tinggi, yang diekspresikan dalam
terma-terma nilai dan menjelaskan arah organisasi yang diinginkan. Tony
Bush&Merianne Coleman mengutip pendapat Block, bahwa visi adalah masa depan
yang dipilih, sebuah keadaan yang diinginkan
Secara Epistemologi untuk mewujudkan sekolah berstandar atau
bertaraf Internasional diperlukan cara atau persyaratan karakterisitik
tertentu. Visi Sekolah Bertaraf Internasional adalah: Terwujudnya Insan
Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara internasional. Visi ini mengisyaratkan
secara tidak langsung gambaran tujuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
sekolah model SBI, yaitu mewujudkan insan Indonesia yang cerdas dan
kompetitif/memiliki daya saing secara internasional.
b. Karakteristik Umum RSBI
No
|
Obyek Penjaminan Mutu (unsur Pendidikan
dalam SNP)
|
Indikator Kinerja Kunci Minimal (dalam SNP)
|
Indikator Kinerja Kunci Tambahan sebagai (x-nya)
|
I
|
Akreditasi
|
Berakreditasi A dari BAN-Sekolah dan
Madrasah
|
Berakreditasi
tambahan dari badan akreditasi sekolah pada salah satu lembaga akreditasi
pada salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang
mempunyai keung-gulan tertentu dalam bidang pendidikan
|
II
|
Kurikulum (Standar Isi) dan Standar Kompe-tensi lulusan
|
Menerapkan KTSP
|
Sekolah telah menerapkan system administrasi
akademik berbasis
teknologi Informasi dan Komu-nikasi (TIK)
dimana setiap siswa dapat meng-akses transkipnya masing-masing.
|
Memenuhi Standar Isi
|
Muatan pelajaran
dalam kurikulum telah setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran yang sama
pada sekolah unggul dari salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD
dan/atau dari negara maju lainnya.
|
||
Memenuhi SKL
|
Penerapan standar
kelulusan yang setara atau lebih tinggi dari SNP
|
||
Meraih mendali
tingkat internasional pada berbagai kompetensi sains, matematika, tekno-logi,
seni, dan olah raga.
|
|||
III
|
Proses Pembelajaran
|
Memenuhi Standar Proses
|
·
Proses pembelajaran pada semua mata pelajaran
telah menjadi teladan atau rujukan bagi sekolah lainnya dalam pengembangan
akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa
kewirausahaan, jiwa patriot, dan jiwa inovator
·
Proses pembelajaran telah diperkaya dengan
model-model proses pembelajaran sekolah unggul dari salah satu negara
diantara 30 negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya.
·
Penerapan proses pembelajaran berbasis TIK
pada semua mapel
· Pembelajaran
pada mapel IPA, Matematika, dan lainnya dengan bahasa Inggris, kecuali mapel
bahasa Indonesia.
|
IV
|
Penilaian
|
Memenuhi Standar Penilai-an
|
Sistem/model penilaian telah diperkaya
dengan system/model penilaian dari sekolah unggul di salah satu negara
diantara 30 negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnnya.
|
V
|
Pendidik
|
Memenuhi Standar Pen-didik
|
·
Guru
sains, matematika, dan teknologi mampu mengajar dengan bahasa Inggris
·
Semua
guru mampu memfasilitasi pem-belajaran berbasis TIK
· Minimal 20% guru berpendidikan S2/S3
dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A
|
VI
|
Tenaga Kependidikan
|
Memenuhi Standar Tenaga Kependidikan
|
·
Kepala sekolah berpendidikan minimal S2 dari
perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A
·
Kepala sekolah telah menempuh pelatihan kepala
sekolah yang diakui oleh Pemerintah
·
Kepala sekolah mampu berbahasaInggris secara
aktif
· Kepala sekolah memiliki visi
internasional, mampu membangun jejaring internasional, memiliki kompetensi
manajerial, serta jiwa kepemimpinan dan enterprenual yang kuat
|
VII
|
Sarana Prasarana
|
Memenuhi Standar Sarana Prasarana
|
Setiap ruang kelas dilengkapi
· sarana pembelajaran berbasis TIK
·
Sarana perpustakaan Dilengkapi dengan sarana
digital yang memberikan akses ke sumber pembelajaran berbasis TIK di seluruh
dunia
·Dilengkapi
dengan ruangmulti media, ruang unjuk seni budaya, fasilitas olah raga,
klinik, dan lain-lain.
|
VIII
|
Pengelolaan
|
Memenuhi Standar Penge-lolaan
|
Sekolah
· meraih sertifikat ISO 9001 versi 2000
atau sesudahnya (2001, dst) dan ISO 14000 Merupakan sekolah multi
cultural
· Sekolah telah menjalin hubungan
·
“sister school” dengan sekolah
bertaraf/berstandari internasional diluar negeriSekolah terbebas dari
rokok,narkoba, kekerasan, kriminal, pelecehan seksual, dan lain-lain
· Sekolah
menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam semua aspek pengelolaan sekolah
|
IX
|
Pembiayaan
|
Memenuhi
Standar Pem-biayaan
|
·Menerapkan
model pembiayaan yang efisien untuk mencapai berbagai target indikator kunci
tambahan
|
c. Karakteristik Penjaminan Mutu
(Quality Assurance)
1.
ciri input
SBI ialah (1) telah terakreditasi dari badan akreditasi sekolah di salah
negara anggota OECD atau negara maju lainnya, (2) standar lulusan lebih tinggi
daripada standar kelulusan nasional, (3) jumlah guru minimal 20% berpendidikan
S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A dan mampu
berbahasa inggris aktif. Kepala sekolah minimal S2 dari perguruan tinggi yang
program studinya terakreditasi A dan mampu berbahasa inggris aktif. (4) siswa
baru (intake) diseleksi secara ketat melalui saringan rapor SD, ujian
akhir sekolah, scholastic aptitude test (SAT), kesehatan fisik, dan tes
wawancara. Siswa baru SBI memeliki potensi kecerdasan unggul yang ditunjukkan
oleh kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual, dan berbakat luar biasa.
2.
proses pembelajaran SBI
Ciri-ciri proses pembelajaran, penilaian, dan penyelenggaraan SBI sebagai
berikut: (1) pro-perubahan, yaitu proses pembelajaran yang mampu menumbuhkan
dan mengembangkan daya kreasi, inovasi, nalar, dan eksperimentasi untuk
menemukan kemungkinan-kemungkinan baru, a joy of discovery, (2)
menerapkan model pem-belajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan; student
centered; reflective learning, active learning; enjoyable dan joyful
learning, cooperative learning; quantum learning; learning revolution; dan contextual
learning, yang kesemuanya itu telah memiliki standar internasional; (3)
menerapkan proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran; (4)
proses pembelajaran menggunakan bahasa Inggris, khususnya mata pelajaran sains,
matematika, dan teknologi; (5) proses penilaian dengan menggunakan model
penilaian sekolah unggul dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya,
dan (6)dalam penyelenggaraan SBI harus menggunakan standar manajemen
intenasional, yaitu mengoimplementasikan dan meraih ISO 9001 versi 2000 atau
sesudahnya dan ISO 14000, dan menjalin hubungan sister school dengan
sekolah bertaraf internasional di luar negeri.[10]
Ciri output (produk)/lulusan SBI
Adalah memiliki kemampuan-kemampuan bertaraf nasional plus internasional
sekaligus, yang ditunjukkan oleh penguasaan SNP Indonesia dan penguasaan
kemampuan-kemampuan kunci yang diperlukan dalam era global.
Ciri-ciri output/outcomes SBI sebagai berikut; (1) lulusan
SBI dapat melanjtkan pendidikan pada satuan pendidikan yang bertaraf
internasional, baik di dalam negeri maupun luar negeri, (2) lulusan SBI dapat
bekerja pada lembaga-lembaga internasional dan/atau negara-negara lain, dan (3)
meraih mendali tingkat internasional pada berbagai kompetensi sains,
matematika, teknologi, seni, dan olah raga.
3.
Ciri output (produk)/lulusan SBI
Adalah memiliki kemampuan-kemampuan bertaraf nasional plus internasional
sekaligus, yang ditunjukkan oleh penguasaan SNP Indonesia dan penguasaan
kemampuan-kemampuan kunci yang diperlukan dalam era global.
Ciri-ciri output/outcomes SBI sebagai berikut; (1) lulusan
SBI dapat melanjtkan pendidikan pada satuan pendidikan yang bertaraf
internasional, baik di dalam negeri maupun luar negeri, (2) lulusan SBI dapat
bekerja pada lembaga-lembaga internasional dan/atau negara-negara lain, dan (3)
meraih mendali tingkat internasional pada berbagai kompetensi sains,
matematika, teknologi, seni, dan olah raga.
2. 6 Analisis RSBI Ditinjau Dari Berbagai
Sudut Pandang
Secara
axiologi untuk apa diselenggarakannya SBI itu ? Visi Sekolah Bertaraf
Internasional adalah: Terwujudnya Insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif
secara internasional. Visi ini mengisyaratkan secara tidak langsung gambaran
tujuan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah model SBI, yaitu mewujudkan
insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif/memiliki daya saing secara
internasional.
Sejak
dilendingkan kebijakan SBI, pemerintah menuai pujian dan juga kritikan, baik
itu pujian bahwa kebijakan SBI merupakan langkah maju untuk memperbaiki
kualitas pendidikan Indonesia, maupun kritikan bahwa konsep ini tidak didahului
dengan studi secara mendalam.
Ada
beberapa hal yang dapat kita jadikan sebagai bahan pertimbangan untuk
mengkritisi kebijakan pemerintah tentang SBI tersebut.
1. Dari segi landasan Hukum
Program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan/atau
Rintisannya (RSBI) adalah program Kementrian Pendidikan Nasional (Kemdiknas)
yang paling kontroversial dan menimbulkan banyak masalah sejak awal sampai saat
ini.
Mengapa program ini menjadi program kontroversia? Jika kita analisis
Ternyata program ini memang sudah bermasalah sejak dari Undang-undangnya.
Mari kita lihat UU Sisdiknas 2003 Pasal 50 ayat (3) berbunyi sbb : Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan
pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan
pendidikan yang bertaraf Internasional. Setidaknya Ada 4 (empat) masalah
yang muncul dari pasal ini
a.
Adanya ambiguitas dari istilah ‘Pemerintah dan/atau pemerintah daerah’
pada pasal tersebut.
Jadi frase dan/atau ini bisa berarti :
Pemerintah dan Pemerintah Daerah = kedua-duanya
Pemerintah atau pemerintah Daerah = salah satunya
Jadi penyelenggara program SBI ini bisa salah satu atau kedua-duanya.
Bagaimana sebenarnya konsep yang dikehendaki oleh Kemdiknas dalam masalah
penyelenggaraan ini? Bisa salah satu (Pemerintah Pusat saja atau Pemerintah
Daerah saja) atau mesti kedua-duanya (Pemerintah Pusat dan Pemda)
b.
Tidak jelasnya istilah ‘satuan pendidikan yang bertaraf
internasional’itu sendiri. Tidak jelas
apa yang dimaksud dengan ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’
tersebut. Definisi tentang ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’ yang
ada dalam UU Sisdiknas 2003 Pasal 50 ayat (3) tersebut yang kemudian
diterjemahkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 17 tahun 2010 Pasal 1 No 35
menjadi :
“Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang
diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya
dengan standar pendidikan negara maju.”
Jadi frase ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’ dalam UU
Sisdiknas 2003 Pasal 50 ayat (3) kemudian dalam PP no 17 tahun 2010 ini telah
berubah menjadi Pendidikan bertaraf internasional dan kemudian dijelaskan
dengan tambahan keterangan Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan
yang diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya
dengan standar pendidikan negara maju.”
c.
Ketidak-jelasan
konsep yang hendak dikerjakan oleh Undang-undang ini. Sebenarnya apa yang
dikehendaki oleh Pemerintah dengan adanya UU ini? Mengapa muncul istilah
‘Sekolah Bertaraf Internasional’? Bukankah maksud dari semua itu adalah agar
Indonesia memiliki sekolah khusus bagi anak-anak yang memiliki tingkat
kecerdasan tertentu atau yang disebut ‘the gifted and the most talented’ yang
akan dapat dididik dan diberi proses pembelajaran yang sesuai dengan tingkat
kecerdasan dan keberbakatan mereka? Lantas mengapa menggunakan istilah ‘Sekolah
bertaraf Internasional’ yang seakan tidak punya landasan akademik
d.
Otoritas lingkup kerja Pemerintah (Kemdiknas) dalam menyelenggarakan
program SBI atau RSBI
Sikap ini menimbulkan kerancuan dalam lingkup kerja
pemerintah. Jika sekolah swasta masuk dalam lingkup kerjanya (dengan memasukkan
mereka dalam program RSBI ini) maka sebenarnya beberapa kota besar TELAH
memiliki pendidikan yang bertaraf internasional yang berstatus swasta karena
sebenarnya sekolah-sekolah swasta inilah sebenarnya yang memulai adanya program
ini dan memberi ide pada pemerintah untuk mengadopsinya ke sekolah publik. Jika
sekolah swasta dapat dianggap sebagai ruang lingkup otoritas dan tanggung jawab
pemerintah dan pemerintah daerah maka sebetulnya pemerintah dan pemerintah
daerah, utamanya di kota-kota besar, tidak perlu mengadopsinya ke sekolah
(publik). Tugas dan tanggungjawab mereka telah terpenuhi dengan adanya sekolah
swasta yang memiliki pendidikan yang bertaraf internasional.
2. Tujuan pendidikan Yang Misleading
Selama ini siswa SBI dihadapkan pada 2 kiblat ujian,
yakni UNAS dan Cambridge misalnya. Beberapa sekolah nasional plus yang selama
ini dirancang untuk mengikuti dua kiblat tersebut mengakui bahwa sangat sulit
mereka untuk mengikuti dua kiblat sekaligus.
Satria Dharma mengatakan bahwa jika yang hendak dituju
adalah peningkatan kualitas pembelajaran dan output pendidikan, maka
mengadopsi atau berkiblat pada sistem ujian Cambridge ataupun IB bukanlah
jawabannya. Bahkan, sebenarnya menggerakkan semua potensi terbaik pendidikan di
Indonesia untuk berkiblat ke sistem Cambridge adalah sebuah pengkhianatan
terhadap tujuan pendidikan nasional itu sendiri. Di negara-negara maju seperti
Singapura, Australia dan New Zealand, pemerintah tidak membiarkan sistem
pendidikan luar ataupun internasional macam Cambridge ataupun IB masuk dan
digunakan dalam kurikulum sekolah mereka. Hanya sekolah yang benar-benar
berstatus International School dengan siswa asing saja yang boleh
mengadopsi sistem pendidikan lain.
3. Konsep SBI cenderung lebih menekankan pada alat
daripada proses.
Indikasi ini nampak ketika penyelenggaraan SBI lebih
mementingkan alat/media pembelajaran yang canggih, bilingual sebagai medium
of instruction, berstandar internasional, daripada proses penanaman nilai
pada peserta didik. Prof Djohar menyatakan bahwa tuntutan pendidikan global
jangan diartikan hanya mempersoalkan kedudukan pendidikan kita terhadap
rangking kita dengan negara-negara lain, akan tetapi harus kita arahkan kepada
perbaikan pendidikan kita demi eksistensi anak bangsa kita untuk hidup di alam
percaturan global, dengan kreativitasnya, dengan EI-nya dan dengan AQ-nya, dan
dengan pengetahuannya yang tidak lepas dari kenyataan hidup nyata mereka.
Konsep ini berangkat dari asumsi yang salah tentang
penguasaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dan hubungannya dengan nilai
TOEFL. Penggagas mengasumsikan bahwa untuk dapat mengajar hard science dalam
bahasa Inggris maka guru harus memiliki TOEFL > 500. Padahal tidak ada
hubungan antara nilai TOEFL dengan kemampuan mengajar hard science dalam bahasa
Inggris. Skor TOEFL yang tinggi belum menjamin kefasihan dan kemampuan orang
dalam menyampaikan gagasan dalam bahasa Inggris. TOEFL lebih cenderung mengukur
kompetensi seseorang, padahal yang dibutuhkan guru sekolah bilingual
adalah performance-nya, dan performance ini banyak dipengaruhi
faktor-faktor non-linguistic.
4. Konsep SNP+X kurang jelas
Dalam
kurikulum SBI ada rumus SNP+X. Artinya Standar Nasional Pendidikan ditambah
atau diperkaya/dikembangkan/diperluas/diperdalam dengan standar internasional
dari salah satu anggota OECD atau lembaga tes/sertifikasi internsional.
Faktor X
dalam rumus di atas tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas. Sebab, konsep
ini tidak menjelaskan lembaga/negara tertentu yang harus diadaptasi/diadopsi
standarnya, dan faktor apa saja yang harus ditambah, diperkaya,
dikembangkan, diperluas , diperdalam ? Apakah sistem pembelajaran bahasanya, teknologinya, ekonominya, dan
lain-lain. Sehingga, mungkin ini merupakan strategi agar target yang hendak
dikejar menjadi longgar dan sulit untuk diukur.
5. Diadakan jika benar-benar memberikan keuntungan yang relatif pasti, baik
bagi penyelenggara maupun peserta didik.
Konsekwensi dari pendekatan
ini adalah tidak semua anak dapat mengenyam pendidikan di SBI, sebab SBI lebih
menekankan efektivitas pendidikan dalam mencapai hasil yang optimal baik secara
kuantitas maupun kualitas, sehingga input pun diambil dari anak-anak yang
memiliki kemampuan unggul, baik secara akademik, emosional, spiritual bahkan
finansial.
6. Potensi Terjadi Sistem pendidikan Yang bersifat Diskriminatif
dan Eksklusif
Penyelenggaraan SBI akan
melahirkan konsep pendidikan yang diskri-minatif (hanya diperuntukkan
bagi siswa yang memiliki kemam-puan/kecerdasan unggul) dan ekslusif (pendidikan
bagi anak orang kaya).
7. Potensi Terjadi Komersialisasi Pendidikan
Lahirnya SBI bisa membawa dampak komersialisasi pendidikan kepada para
pelanggan jasa pendidikan, semisal masyarakat, siswa atau orang tua. Indikasi
ini nampak ketika sekolah SBI menarik puluhan juta kepada siswa baru yang ingin
masuk sekolah SBI. Hal ini dilakukan dengan dalih bahwa sekolah tersebut
bertaraf internasional, dilengkapi dengan sistem pembelajaran yang mengacu pada
negara anggota OECD, menggunakan teknologi informasi canggih, bilingual, dan
lain-lain.
8. Kebijakan SBI bertolak belakang dengan
otonomi sekolah dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Bergulirnya otonomi sekolah melahirkan sistem Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS). Menurut Prof. Djohar, MBS digunakan sebagai legitimasi untuk menentukan
kebijakan sistem pembelajaran di sekolah. Sekolah memiliki kemerdekaan untuk
menentukan kebijakan yang diambil, termasuk kemerdekaan guru dan siswa untuk
menentukan sistem pembelajarannya. Sedangkan dalam SBI, sekolah masih dibelenggu
dengan sistem pembelajaran dari negara lain.
2. 7 Kelebihan dan Kelemahan Dalam Program RSBI
1.
Kelebihan dari penyelenggaraan program ini adalah
a.
Dengan pembelajaran yang bersifat interaktif dan
inspiratif memotifasi peserta didik untuk berbartisipasi aktif, serta memberi
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreaktifitas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik
b.
Penerapan pembelajaran berbasis TIK terlepas dari
pengaruh negatif selama pengguna teknologi dapat memanfaatkan dengan benar dan
tepat juga membawa pengaruh yang positif dan juga mempermudah administrasi.
c.
Memotifasi para siswa untuk mampu bersaing dalam dunia
global
2.
Kelemahan dari penyelenggaraan program ini adalah
Ada beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk
mengkritisi kebijakan pemerintah tentang RSBI agar menjadi SBI dari berbagai
sudup pandang baik dalam sudut pandang sosial, ekonomi, dan psikologis
a. Dari
sudup pandang Sosial
RSBI akan melahirkan konsep pendidikan yang diskriminatif
(hanya diperuntukkan bagi siswa yang memiliki kemampuan / kecerdasan
unggul) dan ekslusif (pendidikan bagi anak orang kaya)
b. Dari
sudut pandang Ekonomi
RSBI lebih cenderung menggunakan perencanaan pendidikan dengan pendekatan
cost effectiveness adalah pendekatan yang menitik beratkan pemanfaaatan biaya
secermat mungkin untuk mendapatkan hasil pendidikan yang seoptimal mungkin baik
secara kuantitatif maupun kualitatif. Pendidikan ini hanya diadakan jika benar
– benar memberikan keuntungan yang relatif pasti baik bagi penyelenggara maupun
peserta didik. Konsekuensi dari pendekatan ini adalah tidak semua anak
dapat mengenyam pendidikan di RSBI , sebab RSBI lebih menekankan efektifitas
pendidikan dalam mencapai hasil yang optimal baik secara kuantitas maupun
kualitas , sehingga input pun di ambil dari anak – anak yang memiliki kemampuan
unggul baik secara akademik, emosional, spiritual bahkan finansial.
Lahirnya RSBI juga
membawa dampak komersialisasi pendidikan kepada para pelanggan jasa pendidikan,
semisal masyarakat, siswa atau orang tua. Indikasinya adalah nampak ketika RSBI
menarik puluhan juta kepada siswa baru yang ingin masuk sekolah RSBI. Hal ini
berdalih karena bertaraf Internasional, dilengkapi dengan sistem pembelajaran
yang mengacu pada negara anggota OECD , menggunakan teknologi canggih,
bilingual dan lain sebagainya.
c. Psikologis
Bergulirnya otonomi sekolah melahirkan MBS (manajemen
berbasis sekolah) yang digunakan sebagai legitimasi untuk menentukan kebijakan
sistem pembelajaran di sekolah. Sedangkan dalam RSBI sekolah masih dibelenggu
dengan sistem pembelajaran dari negara lain.
Hal tersebut juga berakibat terhadap siswa, di mana siswa RSBI selama ini
dihadapkan pada dua kiblat yakni UNAS dan Cambridge misalnya. Padahal siste
adopsi atau berkiblat pada sistem ujian Cambridge ataupun IB sebagaian menilai
bahwa hal tersebut merupakan sebuah pengkhianatan terhadap tujuan pendidikan
nasional itu sendiri. Selain itu, Konsep SBI cenderung lebih menekankan pada
alat daripada proses. Indikasi ini nampak ketika penyelenggaraan RSBI lebih
mementingkan alat/ media pembelajaran yang canggih, billingual, berstandar
Internasional daripada proses penanaman nilai pada peserta didik.
2.8 Alasan Dihapuskannya RSBI
Secara umum alasan penghapusan RSBI
adalah sebagai berikut :
1.
keberadaan RSBI/SBI yang mendasarkan seleksi pada
intelektual dan keuangan calon peserta didik adalah bentuk tindakan
penggolongan atau pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara berdasarkan
status sosial dan status ekonomi.
2.
Kebijakan diskriminatif tersebut selanjutnya dilakukan
dengan menggelontorkan dana dalam jumlah yang signifikan kepada sekolah-sekolah
yang sesungguhnya sudah bagus seperti RSBI ketimbang mengalokasikan dana secara
khusus ke sekolah-sekolah terbelakang.Sebab Ini berarti semakin tinggi standar
kualitas suatu sekolah, semakin besar pula peluang sekolah itu mendapatkan
privelese dana khusus dari pemerintah ataupun dari masyarakat, serta semakin
tinggi pula kesempatannya untuk menjadi sekolah yang lebih bermutu lagi.
Sebaliknya, sekolah-sekolah non-RSBI/SBI justru semakin tertinggal karena tidak
mendapat dukungan dana yang signifikan dari pemerintah dan ada larangan
melakukan pungutan. Bukankah sekolah-sekolah terbelakang seharusnya mendapatkan
dana khusus dalam jumlah besar agar dapat mengejar ketertinggalan. Ini artinya
pendidikan bermutu, disadari atau tidak, hanya dapat dinikmati oleh sekelompok
kecil warga negara tertentu.
3.
Mahkamah Konstitusi dapat obyektif melihat persoalan
RSBI/SBI sehingga dengan alasan yang tak terbantahkan lagi dapat segera
membatalkan Pasal 50 Ayat (3) UU Sisdiknas, : “Pemerintah dan/atau Pemerintah
Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua
jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf
internasional”.Akan tetapi hanya sebagian dari sekolah – sekolah yang bertaraf
internasional dan itu pun hanya sekolah – sekolah unggulan dan bermutu
sedangkan untuk sekolah sekolah yang pendidikannya terbelakang malah
tertinggal.
4.
Kalau sekolah itu bertaraf internasional
seharusnya sekolah itu memiliki guru yang bisa berbahasa asing(bahasa inggis)
akan tetapi pada kenyataanya kemampuan sumber daya
guru yang ada, karena sebagian besar guru tersebut juga masih menggunakan
bahasa Indonesia.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1
Kesimpulan
Dari berbagai urian dan
penjelasan di atas kiranya dapat di ambil kesimpulan :
1.
Munculnya istilah Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
di latarbelakangi berbagai faktor , namun dimikian hal tersebut sebagai salah
satu upaya pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia agar
mempunyai daya saing dengan negara maju di era global. Salah satunya dengan
mengadopsi standar internasional anggota OECD sebagai faktor kunci tambahan di
samping Standar Nasional Pendidikan.
2. Secara
Hukum didirikannya RSBI atau pun SBI adalah UU No. 20/2003 (Sistem Pendidikan
Nasional) pasal 50 ayat 3 PP dan Permendiknas.
3. Secara
Khusus tujuan dari RSBI adalah menyiapkan lulusan yang memiliki kompetensi yang
tercantum di dalam Standar Kompetensi Lulusan yang diperkaya dengan standar
kompetensi lulusan berciri internasional.
Sedangkan
tujuan secara umum adalah
-
Meningkatkan kualitas pendidikan nasional sesuai dengan amanat Tujuan
Nasional
-
Memberi peluang pada sekolah yang berpotensi untuk mencapai kualitas
bertaraf nasional dan internasional.
-
Menyiapkan lulusan yang mampu berperan aktif dalam masyarakat global
4.
Secara umum konsep RSBI adalah
a. Penyelenggaraan
SBI didasari filosofi eksistensialisme dan esensialisme (fungsionalisme)
b. Rumusan
kurikulum SNP + X (OECD) maksudnya adalah SNP singkatan dari Standar Nasional
Pendidikan plus X
c.
Karakteristik mulai dari karakteristik Visi, Umum , Penjamin Mutu,
5.
Jika dianalisis ada beberapa
hal yang dapat kita jadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengkritisi
kebijakan pemerintah tentang SBI tersebut diantaranya mulai dari latar
belakang, tujuan sampai pada kelebihan dan kelemahannya
6.
Dalam konsep pelaksanaan dan fakta menunjukkan bahwa adanya RSBI membawa
dampak yang positif juga negatif dari berbagai sudut pandang baik sudut
pandang masyarakat, ekonomi, filosofis, psikologis dan sebagainya.
7. Penghapusan RSBI dikarenakan keberadaan
RSBI/SBI yang mendasarkan seleksi pada intelektual dan keuangan calon peserta
didik adalah bentuk tindakan penggolongan atau pembedaan perlakuan terhadap
sesama warga negara berdasarkan status sosial dan status ekonomi, Kebijakan
diskriminatif tersebut selanjutnya dilakukan dengan menggelontorkan dana dalam
jumlah yang signifikan kepada sekolah-sekolah yang sesungguhnya sudah bagus
seperti RSBI ketimbang mengalokasikan dana secara khusus ke sekolah-sekolah
terbelakang, Mahkamah Konstitusi dapat obyektif melihat persoalan RSBI/SBI
sehingga dengan alasan yang tak terbantahkan lagi dapat segera membatalkan
Pasal 50 Ayat (3) UU Sisdiknas.
3.2 Saran
Dari pembahasan tersebut maka saran yang dapat diberikan yaitu:
1.
Pendidikan di Indonesia haruslah memiliki standar yang
baik namun dalam pelaksanaanya diserahkan pada sekolah/ satuan pendidikan.
2.
Anatara RSBI dengan SSN sebenarnya sama-sama baik namun
haruslah dikelola secara profesional agar dapat menhasilkan output/ lulusan
yang baik serta berkualitas.
3.
Untuk mewujudkan
SBI( Sekolah Bertaraf Internasional) masih dibutuhkan waktu yang lama dan biaya
yang cukup besar
4.
Para pengelola sekolah/ satuan pendidikan harus
mengikuti standar pendidikan yang ada di Indonesia dan mengoptimalkan sumber
daya yang ada di sekolah
DAFTAR
PUSTAKA
E.Mulyasa, Kurukulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung
: Remaja Rosdakarya, 2007.
Kir Haryana. 2007. Konsep
Sekolah Bertaraf Internasional (artikel). Jakarta: Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Pertama
Tony Bush & Merianne Coleman. 2006. Manajemen Strategis Kepemimpinan
Pendidikan.(terj.) oleh Fahrurozi. Yogyakarta: IRCiSoD,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar